Setengah musim panasku kuhabiskan dengan mengikuti kegiatan summer camp Ashinaga.
Ashinaga itu apa? Ashinaga itu bahasa Jepangnya Kaki Panjang. Ingat dengan cerita Daddy Long Legnya yang dari barat? Nah itu diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang jadinya AShinaga.
Si Ashinaga ini sudah berkiprah menolong anak-anak Jepang yang kehilangan orang tua dengan memberikan bantuan pinjaman beasiswa tanpa bunga untuk anak-anak SMU dan mahasiswa. Dengan menerima pinjaman anak-anak itu harus mengembalikan beasiswa mereka setelah mereka lulus kuliah. Besarnya beasiswa bervariasi antara 30-50 ribu yen per anak per bulan.
Besar pengembalian antara 5000 yen s.d 10 ribu yen perbulan sampai dengan besar beasiswa mereka sudah dikembalikan semua.
Awalnya sih hanya mengurusi anak-anak yatim piatu di Jepang tapi bermula dari gempa di Kobe, si pendiri Ashinaga, Tama, melihat lukisan seorang anak kecil pelangi yang warnanya hitam. Bermula dari situlah beliau pun membangun sebuah fasilitas panti asuhan yang diberi nama "Rainbow House". Sekarang Rainbow House ada dua. Yang pertama di Kobe dan kemudian yang terakhir dan terbaru di Tokyo yang menghabiskan total biaya lebih dari 2 milyar yen.
Kemudian 8 tahun lalu Ashinaga pun mengundang anak-anak yatim piatu dari 4 negara yang terkena bencana alam ke Kobe, Jepang. Jumlah negara yang diundang pun bertambah banyak. Anak-anak Indonesia, dari Banda Aceh pun diundang mulai dari 3 tahun lalu yang disusul anak-anak dari Yogyakarta setahun kemudian.
Nah di kegiatan summer camp itu aku ikut serta sebagai sukarelawan penterjemah Jepang-Indonesia vice versa. Kegiatannya sangat menyenangkan dan yang terpenting aku jadi tahu ternyata anak-anaklah yang paling menderita akibat kehausan dan kerakusan akan uang dan kekuasan para orang dewasa.
Safa, dari Irak. Awalnya Safa ringan tangan dan selalu memukul lawan bicara sambil berteriak keras "NO! NO!!" Selalu berlari kesana kesini tanpa lelah. Tetapi seiiring dengan kasih sayang yang diberikan para orang dewasa di sekitarnya dan teman-teman yang banyak, Safa pun mulai dapat tersenyum dan tidak selalu memukul. Soal berlari? Begini jawaban Safa saat ditanya, "Soalnya bisa lari itu senang loh! Di Iraq tidak bisa keluar rumah. Di rumah sempit tidak bisa lari-lari"
Christine, dari Uganda. Teman-teman semua bercerita tentang sekolah, tapi saya dan teman2 dari Uganda begitu kehilangan orang tua kami tidak bisa sekolah. Orang tua kami sudah meninggal karena penyakit AIDS. Saat kegiatan berbagi cerita kami iri kalian bisa bersekolah. Saya sendiri sudah 2 tahun tidak pergi ke sekolah walau kami belajar di Rainbow House, Uganda. Anak-anak yatim piatu di Jepang, sama sekali bukan yatim piatu. Mereka beruntung masih bisa sekolah....
Anak dari India (lupa namanya) yang menderita diskriminasi ras. Kehilangan orang tua saat gempa, sekarang tinggal berpisah dari adik kakak. Sudah kehilangan orang tua harus menderita diskriminasi rasial dari orang2 di sekitarnya. Dapat pergi sekolah tapi cemas apakah mereka dapat kembali dengan selamat ke rumah....
Demikian pula di Srilangka.... Seorang anak dari Srilangka berkata, "Saya tidak punya impian, yang saya inginkan hanyalah sebuah masyarakat dengan harapan". "Kita semua bisa bermimpi dan punya cita-cita, tapi pada kenyataan tidak semua impian dan cita-cita kita itu dapat tercapai...."
Semua ini aku nggak akan tau kalau nggak ikut kegiatan summer camp Ashinaga. Sebenarnya masih banyak cerita di balik kegiatan Ashinaga ini. Resti akan cerita lain kali.
more pics check it
here!